Testimonial

Membaca cerita Api Di Bukit Menoreh tentu menyiratkan bermacam kesan.
Silakan tulis di bawah ini. Sepanjang apa pun 🙂
Tentang apa aja.. tentang pak SH Mintardja.. tentang pengalaman pertama baca ADBM.. tentang tokoh Agung Sedayu.. Swandaru.. Kiai Gringsing dan Sumangkar.. atopun jilid 99 dan jilid 116

Pokoknya apa aja yang berhubungan dengan ADBM dan Anda.

Silakan Kisanak.

Catatan :
sebisa mungkin jangan membuat spoiler jalan cerita.

Telah Terbit on 8 November 2008 at 11:08  Comments (240)  

The URI to TrackBack this entry is: https://adbmcadangan.wordpress.com/testimonial/trackback/

RSS feed for comments on this post.

240 KomentarTinggalkan komentar

  1. Nyi Seno dan para cantrik yang Mumpuni

    Saya pertama baca ADBM tahun 70 an sampe awal 80.
    setelah saya pindah ke padepokan nya ki gede Carter
    ( yg sekarang digantikan oleh Senopati Obama). jadi saya tidak bisa mengikuti lagi ADBM.
    Mudah mudahan keberadaan ADBM disini yang dipimpin oleh Nyi Seno dan Ki GD serta para cantrik yg bersedia meluangkan waktunya untuk menyelesaikan ADBM sampe tamat.
    Kami mengucapkan beribu ribu terima kasih

    Utun bujurseeng

  2. Hmmmm….
    Dah nyampe disini… tapi tak ada kitabnya….
    Cari kemana lagi ya…? testimonial diobok-obok juga nda ada…

    Hhmmmm…
    Nunggu aja ach… sapa tau yang dititipin kitab dah nongol di bundel ADBM………

  3. hemm, mungkin Lateung harus kirim testimonial dulu….

    Silahkan bang…..horas

  4. kulo sampum ngirim testimonial tgl 18 Januari 2009 dulu, apakah harus ngirim lagi Bu de? thanks

    $$ enggak juga gapapa, kecuali ada sudut pandang yang berbeda.

  5. Padepokan ADBM

    Kau adalah sebuah candu
    Sekali membuka dan membacamu
    Membuatku slalu menunggu
    Dengan cemas dan penuh harap
    Akankah diturunkan jilid demi jilidmu

    Tak terasa sore pun berganti
    Kehangatan sinar mentaripun berlalu
    Hawa Dinginpun mulai menyapu
    Dengan menahan beku
    Ku coba menulis testimu

    Berapa puluh ribu penggemarmu slalu mengunjungimu
    Berharap dapat membaca kelanjutan kisahmu
    Saling sapa dan bergurau antar para cantrik penghunimu
    Silang pendapatpun kadang berlaku
    Smua menambah kehangatan akan hadirmu
    Dan hanya dengan do’alah ku bantu

    Proyek panjang yang dimotori oleh Ki Gede
    Ki Sukra dan Nimas Senopati slaku senopati pengendali
    Mencoba menghadirkan cersil terpanjang menurut sepengetahuanku
    Sebuah karya anak bangsa bernama SH. Mintardja
    Bravo padepokan ADBM

  6. kekurangannya ki SHM (kalo bisa disebut kekurangan ini juga) adalah bikin cerita berlatar belakang mataram islam- tapi kering banget sentuhan islaminya.
    mohon dimaklum Ki SHM memang bukan berlatar belakang islam , jadi daripada salah mengartikan, lebih baik tidak sama sekali, begitu kira2..
    tapi masa iya sih kata2 mesjid aja ga ada??…bukankah demak itu terkenal dengan mesjidnya?.
    setiap istana pun selalu bersebrangan letaknya dengan alun2 dan masjid?..
    Mungkin, daripada dikritik orang, lebih baik tidak menyangkut salah satu agama. Tapi… ya itu dia…, kering jadinya…, padahal mataram dan islam itu ga bisa dipisahkan.


    tapi KPH yg bukan islam.., kok bisa ya menceritakan latar belakang mataram islam? malah kata KPH ajian demit pun pupus sudah dengan ayat kursi?..
    padahal konon segala ajian pengusir setan demit dsb macam kulhu geni, syahadat geni, kulhu sungsang dsb .. konon timbul saat mataram islam – dimana dua kultur buadaya hindu-islam dan juga kebatinan bersatu..??.
    tau ah gelap……hehehehe

  7. satu lagi…
    ki SHM itu ga romantis…., malu2 atau gimana ya…
    pengen baca ada kata spt ini…

    – sekar mirah mengibaskan rambutnya…,bintik peluh yg mengucur di sepanjang jenjang lehernya menambah indah panorama sore hari….
    -bibirnya yg ranum merekah manja.., matanya berbinar bak mutiara dengan bulu lentik yg menghias kedua bola matanya…, sementara jarinya yg habis pedi meni – masih erat menggenggam tongkat baja bertengkorak yg masih dihiasi darah segar lawannya…, menetes menyusuri jemarinya yg lentik terawat.

    ….takut ama istrinya kali ya…, dikira ki SHM genit, hoho

  8. saya dibesarkan di yogya. meskipun orang-orang dirumah tiap hari rebutan baca ADBM di KR, entah mengapa saya tidak terlalu tertarik. mungkin karena cuma baca sepenggal cerita hari itu.

    ketertarikan saya dimulai ketika paklik saya beli buku NSSI. awalnya hanya ingin tahu apa isinya, eh, malah baca sampai habis buku tersebut.

    barulah saya perhatikan bahwa penulis NSSI, sama dengan penulis serial ADBM yang tiap hari muncul di KR. jadilah saya peserta rebutan ADBM KR tiap pagi.

  9. saya dulu di tahun 70an sdh mulai baca ADBM terus di tahun 80-90an baca lagi yang berjilid sebulan sekali,ketika sy sdh merantau di jakarta saya cari kitab ini di toko buku SUGIMAN Manggarai atau di mester jatinegara, serita terputus hingga saat gelagah putih dan roro wulan menerima ilmu secara unik dan ghaib,(diera gelagah putih inilah muncul pengganti tokoh sumangkar yaitu KI JAYA RAGA ), kini di era TI yang nggegirisi ini saya menikmati kembali melewati padepokkan ini, yang kurasakan membaca saat ini jauhhhh lebi ashiiiik dari ahulu, nalar sudah jalan dan resapi, jadi sy ingin mengucapkan terima kasih kepada ki gede.

  10. Sugeng enjing . . .

    Perkenalkan saya Cantrik saking Padukuhan Lereng Kidul Gunung Slamet. Kira – kira seusia Glagah Putih, saya mulai tertarik dan menikmati cerita ADMB. Awalnya mulai suka membaca cerita bersambung di harian Harian Kedaulatan Rakyat ( KR ), sebenarnya Or-tu yang emang demen pada cerita ADBM. Pada saat itu kita berlangganan pada sebuah toko buku yang kami sendiri yang tiap hari harus ambil ke Toko. Setiap hari sepulang sekolah dengan bersepeda bersemangat sekali ambil KR ke toko, harapannya cuma satu, bisa baca pertama kali serialnya Agung Sedayu. Setelah Ortu baca, setelah itu kolom cerita kita gunting, dibuat bendel. Saking senengnya sama Agung Sedayu, benden carita dibaca sampai berkali-kali, terutama saat-saat Agung sedayu mesu diri dan berlaga mengalahkan musuh-musuhnya. Itu-lah bagian kegiatan masa kecil yang masih tergambar jelas sampai saat ini. Sampai kemudian saya harus meninggalkan padepokan tercinta di Lereng gunung Slamet, merantau ke tanah seberang, bersamaan pada saat yang sama Glagah putih mengembara bersama Rara Wulan. Habis sudah kesempatan mengikuti ceritanya Sang Maestro SH. Mintardja.

    Terima kasih sekali saya sampaikan kepada Ki GD beserta Senopati dan Punggawa lainnya yang tanpa pamrih dan dengan konsisten memunculkan kembali cerita yang sangat menarik ini. Kalau dulu saya menikmati sehari satu baris colom KR, sekarang satu hari satu Kitab. Maju Terus Ki GD.

    Salam

    Mas. Banyu

  11. luar biasa bunda
    pancingan yang berhasil, pagi-pagi begini sudah 50-an cantrik O/L

  12. Mas Banyu, ternyata baru tahu, kalau kita berasal dari 1 Padukuhan.priwe kabare, rika siki neng endi?nuwun sewu para cantrik padepokan ADBM, Ki GD n Nyi Seno.

  13. Adbm ini membawa ingatan sy kembali ke masa kecil, –masa-masa susah ketika dulu di tahun 78-an tinggal di salah satu dukuh di banyumas.

    Di dukuh tsb saat itu cuma ada satu keluarga yang mampu setiap bulannya sisihkan uang untuk keperluan langganan buku adbm. Saking banyaknya yang senang baca buku ini di dukuh tsb, maka pas sampai ke giliran sy untuk nikmati cerita karya SHM ini, si keluarga yang mampu tsb sudah sedang menikmati buku cetakan dua jilid di depannya. Alhamdulillah bisa sabar waktu itu.

    Sy kehilangan kontak dengan buku adbm ketika harus merantau ke JKT mulai tahun 85 numpang sm saudara; dan akhirnya bisa kuliah di salah satu univ negeri dg beasiswa supersemar.

    Baru di tahun 2008 bisa ketemu lagi dg adbm di dunia maya via jasa baik mas rizal yg kemudian dilanjutkan oleh ki gede dkk. Dari tempat sy sekarang berada (di new york), diem2 sy rajin mengikuti blog adbm ini.

    Bagi sy, komentar para cantrik sama menariknya dengan cerita adbm itu sendiri. Dari perspektif ini, sy lihat adanya merit pada usulan ki lateung dan ki nagasasra untuk memperlambat keluarnya buku adbm ini.

    Tapi tentu saja sy termasuk yg tidak setuju dg usulan pelambatan itu. Dulu dua bulan menunggu, sy masih bisa sabar, sebab saat itu dalam situasi “masih untung bisa dipinjami buku adbm oleh keluarga kaya yg baik hati itu”.

    Pelajaran berharga yang bisa sy temukan dari kembalinya ingatan ke masa-masa susah dulu salah satunya adalah bahwa ketika masalah ketersediaan dana bukan faktor yang menentukan, kayaknya kita menjadi cenderung semakin tidak sabaran.

    Bukan sy mengatakan bahwa orang yang lagi susah biasanya bisa sabar! Kelihatannya justru malah sebaliknya. Di new york ini banyak orang miliki uang lebih, justru lebih banyak orang yang gak sabaran.

    Buat ke gede atau nyi senopati dan juga temen2 cantrik padepokan ini, kalau kebetulan ada tugas nglanglang ke nyc: di sini ada gardu yg bisa diampiri.

    salam.

  14. Top Markotop, Bulik Seno. Lihat dan rasakan bagaimana alur cerita di 144, penyelesaian yang tidak terduga. dengan kehadiran pangeran Benowo seakan menetralisir semua kerangka dan scenario yang kita bayangkan.

    Saya rasa itu hebatnya SHM, mbulet, padat,dicampur dengan psikologis dan sosiologis kehidupan Jawa (tengah)dan penyelesaian yang mengerucut menjadikan kondisi unpredictable. Sesuatu yang rumit jadi sederhana.

    Mudah2 an keluarnya kitab 155 & 156 juga demikian, so thanks to Bulik Seno, Ki DD dan para Crew ADBM serta semua cantrik yang tekun dan militan…

  15. ADBMers,
    Aku baca serial ini kira tahun 80-an, ketika masih SMP karena ortu sangat suka dan berlangganan tiap bulan. Bacaan itu terus berlanjut sampai SMA dimana aku saat itu yang rutin membeli seial tsb di pasar Johar. Dimana waktu itu satu buku bisa dibaca oleh bukan saja satu keluarga-ku tetati oleh bulik, pak lik, tetangga (kayak mau naik kijang aja).Aku mengikuti serial ini sampai jilid III, tapi setelah kerja dan ortu dah nggak ada jadi tdk pernah baca serial selanjutnya.
    Ketika blog ini dibuka pertama kali oleh KI GD, Mas Nin dll, aku merasa seolah-olah menemukan sesuatu yang dulu pernah menjadi “idolaku” dan semoga blog ini tetap bisa berlanjut sampai selesai di jilid 396 (tentu saja 1 hari 1 kitab + bonus di hari tertentu).
    Sekali lagi matur nuwun, bravo adbm.

  16. Aku terlahir di lingkungan keluarga petani dan guru. Ibuku berdarah petani, dan Bapakku dari keluarga guru, malah Bapakku sendiri adalah seorang guru.
    Predikat guru itulah yang menjadikan Bapakku punya banyak sekali buku2, hingga 1 almari. Aku mulai senang membaca ketika kelas 3 Sekolah Dasar. Waktu itu aku mendapat sebuah buku ceritera setebal kira2 4 cm dari Pamanku di Jakarta. Tulisannya besar2 di beberapa halaman ada gambarnya, jadi bukan buku komik. Ceriteranya tentang kehidupan penambang di Texas Amerika, yang sangat menarik dan mengharukan. Setelah selesai membaca buku itu, saya seperti mendapat dorongan semangat untuk membaca buku yang lainnya. Sehingga buku2 ayahkulah yang menjadi sumber pencarian bacaan sepulang sekolah. Manakala buku2 ceritera sudah habis terbaca, saya kehabisan bahan bacaan. Tetapi alhamdulillah ada bacaan yang menggunakan huruf jawa (ha na ca ra ka). Karena di sekolahpun saya mendapat pelajaran aksara jawa, maka tak ada rotan akarpun jadilah. Maka akhirnya kulahap juga buku2 ceritera bertulisan ha na ca ra ka itu.
    Nah ketika beranjak dewasa, yah kira2 usia SMP, mulailah merambah ke buku2 silat Kho Ping Ho dan ceritera lainnya termasuk karya2 SHM seperti Pelangi di Langit Singsari, Nagasasra & Sabuk Inten, dan ADBM pernah juga saya baca tapi tidak sampai selesai, karena ketika menginjak usia SMA saya lebih konsentrasi ke pelajaran, bahkan kemudian saya harus hijrah ke Jakarta untuk sekolah dan bekerja.
    Buku SHM memang sempat menjadi favorit bacaan kala kanak2 menjelang remaja. Aku bersahabat dengan Priyo Hardono, Agus Adi Maryono, yang sama2 gemar membaca buku, sampai2 masing2 dalam bermain merubah namanya, Priyo Hardono menjadi Priyo Kanigoro, Agus Adi Maryono menjadi Agus Sedayu, dan aku sendiri memilih nama Mamo Widuro. Ha ha ha ha, ………. betapa lucu2nya diriku kala itu. Sampai kali gawe dan kali Banyumas yang mengalir di batas timur dan barat dusunku ku beri nama kali Opak dan Kali Progo.
    Kini dua sahabatku itu sudah pensiunan, mudah2an juga dapat menemukan Padepokan ini sehingga dapat tersenyum bersamaku.
    Sahabatku Agus Sedayu masih setia menunggui kali Opak, dan sahabat Priyo Kanigoro tinggal di Sunda Kalapa, di daerah Pasar Minggu. Kalo aku sendiri di seputaran Sunda Kalapa.
    Bravoo Ki DD, Nyi Senopati, dan para sahabatnya.
    Salam hangat,
    Ki Truno Podang

  17. kalau membaca tulisan para cantrik rasanya banyak kesamaan bahwa kesenangan baca ADBM dimulai ketika kecil lalu terputus. Jadi sekarang semacam nostalgia.

    Betul juga seperti kata mas Gendut bahwa selain adbm-nya celotehan para cantrik akan memberi hiburan tersendiri selain juga menambah pengetahuan.

    dengan semakin majunya teknologi rasanya dunia ini semakin sempit. kalau sampai cantrik sering tidak sabaran menunjukkan antusiasme yang tinggi. Apalagi apabila harus mengikuti ilmu ki GD dan nyai Seno.

    jadi hidupkan terus rasanya banyak cantrik yang selalu menunggu blog ini walaupun mungkin tidak kasih kommen

  18. Salam kenal Kakang Rakai,

    Aku siki lagi merantau golet pangan nang sabrang Kulon Pulau Jawa, wis mandan suwe, nanging isih sok sowan nang Padepokan sing diapit Gunung Slamet karo Gunung Tugel.

    Salam

    Banyu

  19. Satu hal yang saya sangat kagum dengan SH Mintarja adalah beliau tidak pernah kehilangan alur cerita, benang merah ceritanya terjaga utuh tanpa sekalipun terpeleset. Padahal kita tahu bahwa ADBM dikarang tidak sekaligus, tapi hari-perhari sesuai terbitnya koran harian lokal dimana ADBM dicetak.

    Umumnya sebuah buku dibuat, adalah selesai dulu secara utuh baru dicetak, untuk menghindari kesalahan dan nyasarnya alur cerita. Tapi itu tidak berlaku pada ADBMnya SH Mintarja ini, walau dikarang hari-perhari dan langsung terbit saat itu juga, tidak pernah kita membaca ketidaksingkronan satu sama lainnya.
    SH Mintarja memang luar biasa…..

  20. Ki Gede/Nyi Senopati/Ki Sanak semua

    Seperti biasanya, setiap datang ke kantor selain absen sidik jari juga langsung absen di ADBM. Kebetulan hari ini saya datang agak siang.

    Hari ini tidak seperti biasanya, ternyata kitab belum keluar, menunggu testimonial dari seseorang. Siapakah seseorang yang ditunggu?

    Bukan karena “GR”, tetapi apa salahnya kalau saya menulis barang sedikit, meskipun sebenarnya pagi ini ada acara yang sudah saya janjikan sejak kemarin. Jangan-jangan saya yang ditunggu, nanti mendapat sumpah serapah 10.000 an cantrik yang sudah menunggu sejak kemarin.

    Karya SH Mintarja yang pertama kali saya kenal melalui Nagasasra Sabuk Inten, sejak saya masih SD. ADBM baru saya ikuti sejak jilid 100-an ketika kakak saya mulai membeli buku tersebut, meskipun tidak urut. Sejak kecil sebenarnya saya penggenar KPH, tidak tahu kenapa, setelah agak besar baru terasa ada falsafah hidup-kehidupan yang baik yang bisa ditiru (yang kurang pas ditinggalkan). Pada kitab-kitab SHM juga mengandung beberapa sikap yang bisa ditiru, baik yang baik maupun yang buruk. Yang baik diikuti, yang buruk ya ditinggalkan.
    Alur ceritera ADBM mulai saya ikuti agak tertip ketika saya ngangsu kawruh di salah satu padepokan di Ngajogjakarta. Seperti melalui blog ini, saya setiap hari absen di koran yang ditempel pada papan yang ada di padepokan tersebut.
    Lama-lama tidak puas, sehingga langganan koran sendiri untuk dibuat kliping. Sayangnya, kliping selama sekian tahun hilang pada saat pulang kampung karena “digondol copet” di kereta api.
    Langganan ADBM setelah mulai dapat uang sendiri dari hasil kerja, sampai buku tersebut tidak diterbitkan dengan meninggalnya SHM.

    Jilid 1-100 sama sekali saya belum membaca, sehingga ketika ada blog milik mas Rizal, rasanya saya menemukan sesuatu yang hilang sejak lama. Ketika blog tersebut berhenti pada jilid 10 (?) saya kehilangan lagi.

    Munculnya adbm2 yang digagas Ki GD memberikan harapan lagi, apalagi setelah pindah ke adbmcadangan. Pada awalnya, saya seperti sebagian besar cantrik, absen-download setiap hari, tetapi setelah ada peluang untuk membantu saya mencoba membantu melalui retype pada jilid 26 (?) dan jilid berapa saya lupa. Saya sempat mutung (maaf Ki Gede), karena saya sudah capek-capek retype satu buku (jilidnya saya lupa), tetapi ternyata pada saat mau dikirim ternyata sudah keluar. Sia-sialah kerja 3 malam. Kerja retype memang cukup melelahkan, apalagi waktu itu masih pakai ejaan lama, ngedit sambil melihat buku aslinya.

    Tetapi, setelah ada peluang untuk scanning, mulailah saya mencoba berbagi dengan para cantrik yang sudah mulai diunggah jilid 150, 152…. 159, ….. dst tidak tahu sampai kapan saya masih bisa bantu. Jika ADBM sudah selesai, saya masih banyak koleksi yang lain. Mudah-mudahan upaya Ki Gede lancar.

    Kalau sedang tidak ada kerjaan lain, pada saat nunggu scanning (biasanya saya kerjakan jumat malam dan sabtu malam), biasanya saya sempatkan convert ke teks dengan scansoft omnipage. Scan satu buku, saya biasanya juga selesai konvert satu buku yang lain. Jika kerjaan di kantor sudah berkurang, sedikit demi sedikit saya lakukan editing/proofing buku-buku tersebut. Alhamdulillah telah terkumpul beberapa buku yang siap dikirim pada saatnya.

    Mohon doa Ki Sanak semua, semoga saya selalu sehat agar dapat membantu proyek Ki Gede dalam melestarikan budaya bangsa sendiri.

    Sekali lagi bukan karena GR, tetapi jika tulisan ini yang memang ditunggu mudah-mudahan bel keluarnya buku sudah bisa di”pencet”. Monggo Ki Gede

    Sekian, maaf jika ada tulisan yang kurang berkenan, ditulis buru-buru karena ditunggu kerja yang lain.

  21. Memang benar Ki, semuanya sebenarnya bermula dari nostalgia. Saya mulai baca ADBM waktu masih SD kelas 1 tahun 70-an, bersama sama dengan ayah dan paklek paklek. Tahun 2008 kemaren saya baru menemukan blog ini, setelah berpuluh tahun menunggu. Waktu itu sudah mencapai buku 90, langsung saya dowload semua buku dan saya putuskan untuk ambil cuti 10 hari hanya untuk membaca kembali ADBM. Lain daripada itu adalah kerinduan untuk bertemu kawan kawan yang sama sama berbahasa Jawa yang sudah bertahun tahun hampir gak pernah kepakai lagi, membaca celoteh para cantrik dalam bahasa Jawa, sedikit banyak dapat mengobati kerinduan akan kampung halaman saya di lembah antara Gunung Semeru-Gunung Arjuno dan Gunung Kawi sana…

  22. ^we lah keasyikan nuntun poro cantrik demo neng padepokan, jebul aku durung maringi testimoni. nyuwun sewu ki GD lan Nimas Senopati^

    Tahun 70-an cerita ini memang sangat digandrungi pembaca salah satu harian surat kabar, terutama di tlatah jawa tengahan…begitu pula bapakku sing keranjingan babad tanah jowo. Memang pada mulanya nggak begitu ‘ngeh’. Aneh memang, bapak itu koq seperti kecanduan mbaca koran…akhirnya aku tanyain dan yg dibacanya ternyata cerbung SHM itu. Akhirnya aku ikutan mbaca di koran2 bekasnya…eh la dalah dadi malah ketularan. … itu dulu…

    Kerinduan akan masa lalu akhirnya mengajakku utk surfing di internet mencari cerita2 itu & terakhir ketemu blognya Mas Rizal. (terima kasih Mas inisiatifnya), tapi kecewa lagi karena berhenti di seri 60 (bukan jilid ya..)

    Dan salah satu cantrik ki Rizal : Ki DD telah berinisiatif utk meneruskannya..wah jadi bangga aku melihat semangat anak2 muda nguri2 kabudayan jawa….

    Ayo teruskan perjuanganmu, walaupun sebenarnya sebagian besar cerita ADBm sdh pernah saya baca, tetapi menjadi kenikmatan tersendiri utk “ngroso” muda dgn bergaul cantrik2 muda yg selalu membuat Nimas & ki GD “abang kuping”..opo maneh nek ransume digawe telat…

    Parenk

  23. Bukan ge-er tapi emang selama ini belum isi Testimonial.

    Dulu setiap pagi, tugasku mengumpulkan bantal guling untuk dirapikan ditaruh dipojok ruangan. Ditumpuk di atas mesin jahit. Maklum rumah kecil jadi setelah tidur, kasur dilipat sehingga ada jalan untuk lewat dan ruangan jadi lebih luas. Setelah berapa lama baru nyadar jika dibawah tumpukan bantal guling itu tidak hanya sekedar mesin jahit lama tapi juga 3 (baca: tiga) karung buku. Setelah nanya ama bapak ternyata boleh dibuka. Dan .. whooolaaa.. buku Api Di Bukit Menoreh. Masih males baca.. apalagi liat kalo ada 3 karung begitu.

    Trus, baru nyadar juga kalo setiap bulan Bapak selalu membeli buku ADBM. Dan kemudian aku yang selalu mengantarkannya ke rumah tetangga untuk dipinjamkan. Tentu saja tidak kembali karena muter ke tetangga yang lain. Penasaran, aku coba baca.. wow keren. Sedang ada perang dimana Agung Sedayu dan Sabungsari berusaha memecahkan regol dengan ilmu sorot mata. Akhirnya aku ikutan baca, sebelum buku dianter ke tetangga.

    Selang berapa lama, Bapakku tidak pernah membeli lagi ADBM. Tugasku sudah berubah menjadi meminjam ADBM dari tetangga. Dan yang lebih menyakitkan yaitu membawa 3 karung ADBM itu untuk diserahkan ke tetangga yang lain , entah untuk apa. Padahal aku bau sempet baca sebagian kecil. Kesel banget.

    Taon 1993, aku ke betawi. Pulang ke Semarang cuma 6 bulan sekali. Dan langsung ke tetangga untuk rapelan baca buku ADBM. Sayangnya sering ada jilid yang loncat karena sedang dipinjem entah kemana. Sampai suatu ketika saat jalan di blok M ternyata ada ADBM dijual disitu. Mulai deh jadi sering ke blok M sebulan sekali.

    Saat kerja di kawasan Kota, agak males kalo musti ke Blok M. Iseng saat mo berangkat naik kereta ke Semarang, nanya ke penjual majalah disana. Eh ternyata ada. Jadilah langganan disitu sampai mendengar kabar jika sang maestro SHM meninggal dunia dan ADBM mulai menghilang.

    Tokoh yang aku kagumi malah Raden Rangga yang bisa tau kapan mo meninggal. Momen paling bagus menurutku saat Kiai Gringsing dan Ki Jayaraga terbang naik pelepah kelapa. Aneh tapi bisa dinalar.

    Ternyata banyak kesamaan diantara para cantrik soal ADBM. Dan semuanya menambah kecintaan kita pada ADBM.
    Atas kebaikan hati mas Rizal, Ki GD, Ki Herry, Ki Jebeng, Ki Hartono, Nyi Retma, dan yang lainnya, saya pribadi mengucapkan syukur dan terimakasih.

    Salam buat para cantrik sekalian.
    Buat Budhe, yang tabah ya.. 😀

    nb :
    saya lahir tahun 1975 (angk.70 ? )

  24. Sampeyan asli semarang to ki sukra…
    Lha podho karo awak ku no…!
    Semarang ngendi yo…
    Wah ki sukra wis lali karo ADBM
    Sing mabur iku dudu Kiai Gringsing dan Ki Jayaraga…tapi si Rangga,di panggul Superman!

    $$ Senopati beri waktu 2 jam untuk mindahin kalimat ini ke halaman yang lain sebelum Senopati delete.

  25. Sederek Moderator ADBMcadangan,

    Saya membaca karya SHM pertama tahun 1994 kisah NSSI tetapi tidak tamat. Kemudian setelah mengenal internet saya coba cari cerita tersebut di dunia maya dan saya dapat menguduhnya di webnya mas Dimhad.

    Cerita ADBM waktu itu hanya baru saya kenal judulnya saja. Setelah NSSI tamat, kamudian saya coba cari ADBM yang akhirnya nyangkut di blognya Mas Rizal.

    Setelah blog Mas Rizal tidak ter-update lagi saya kehilangan cara untuk mencari lanjutan ADBM di dunia maya hingga kemudian akhirnya ketemu dengan blog ADBM lalu ADBMCADANGAN ini. Dan sampai sekarang selalu setia menunggu lanjutan ceritanya walau jarang coment.

    Terima kasih atas kerja kerasnya sehingga karya besar ini dapat mendunia. Juga para bebahu dan cantrik semua yang telah menyumbangkan maktu dan tenaganya sehingga proyek besar ini dapat terwujud. Dan insyaALLAH sampai dengan buku yang terakhir.

    Salam, Abu Gaza

  26. Msh tetap berharap ADBM tetap lancar sampai tamat…..
    walopun kontoversial, ide2 yg ada d ADBM ini hanya untuk kemajuan blok ini sendiri, bukan adanya maksud tujuan lain……….

    Semoga sucses selalu ADBM….

  27. luar biasa…..cerita dengan penggambaran sejarah yang nyaris nyata, membuat saya tergila-gila dengan pelajaran sejarah ketika SD dulu. biarpun saya bukan orang jawa (saya orang melayu, tinggal di pekanbaru) nyata-nyatanya cerita ini membuat saya tertarik dengan budaya jawa dan pernak-pernik di dalam nya……………….

  28. top banget…salut atas smangat rekan2 yang masih terus mbabat alas mentaok demi kejayaan mataram. saya nemu buku ini di rumahe paklik udah 30 taon lalu. tapi karena masih kecil belum seneng baca buku yang ‘miskin gambar”. Tapi nginjak smp, iseng-iseng baca lagi…eh keterusan, ternyata ceritanya… weleh-weleh, uenak banget kayak kita ikut nyemplung dalam cerita itu sendiri. apalagi saya dulu tinggal dilereng merapi sebelah timur (bajulkesupen)jadi ngebayangin kejadian tersebut seperti di depan mata. acung sepuluh ibu jari untuk romo suhu SH MINTARDJA. padahal dulu mbaca buku ngga pernah urut, masalahnya buku pada tercecersaking banyak skali yang baca. barusan ada temen kasih address web ini, syukur dan saya ucapkan terima kasih buat para cantrik yang dengan kompak dan penuh keikhlasan membangun kembali kerajaan ADBM meskipun harus dengan mandi peluh menata pondasi hingga mendirikan keraton bahkan membangun seluruh wilayah mataram, sehingga jejaknya dapat ditelusuri dan bermanfaat bagi para penderek ADBM. saya tidak pernah membaca jilid2 awal dus setelah membaca sampai jilid 90 (Seri I) ternyata seru banget. jadi sudah ada gambaran kasar kisah agung sedayu yang awalnya ketauan penakut hingga jadi pendekar tak terkalahkan, dan menurunkan kemampuannya pada glagah putih (Seri IV). mudah2an kita nanti bisa menyaksikan kemegahan ADBM dari awal sampai akhir. Saya optimis kalo ADBM dibikin partai, minimal cantrik yang berjumlah lebih sejuta orang akan nyoblos partai ADBM. hidup ADBM….

    salam ADBM,

    bajulkesupen

  29. Suatu saat dahulu sekitar tahun 1977 – 1980 saya belajar di AA YKPN Jalan Solo, Yogyakarta (sekarang Jalan Gagak Rimang). Kebetulan saya suka membaca cerita hasil karya sastra dan budaya bangsa sendiri, mulai dari Kho Ping Hoo, Widi Widayat, Herman Pratikto (Bu Kek Sian Su sampai yang akhir, Geger Kartasura, Bende Mataram) dan tentunya hasil karya Sang Maestro Bapak Singgih Hadi Mintardja seperti : Matahari Esok Pagi, Istana yang Suram, Yang terasing dan pastinya Api Di Bukit Menoreh yang memang belum tamat karena bulan Juni 1980 setelah selesai belajar saya kemudian ngais rejeki di tanah Melayu – Kepulauan Riau hingga sekarang. Saking gandrungnya terhadap hasil karya SH Mintardja sehingga saya memberikan nama pada anak saya laki-laki yang mbarep diambil dari nama RADITE salah satu tokoh cerita pada hasil karya Bapak SH Mintardja).
    Pengalaman dahulu membaca buku cerita tersebut, pada saat meminjam dari hasil karya bapak-bapak tersebut buku cerita tersedia sampai beberapa jilid dan secara bergantian saya pinjam secara borongan beberapa jilid sekaligus, sehingga semua tuntas habis dibaca. Apabila kita membaca cerita yang belum tamat, rasa-rasanya ingin segera menamatkannya. Inilah permasalahannya, saat itu dengan menekan keinginan dengan sabar harus menunggu, kenapa ? Karena harus menunggu terbitnya jilid terbaru yang paling tidak setiap jilid baru terbit satu bulan sekali, bandingkan sekarang dengan adanya ADBMers satu hari satu kitab, walaah uenak mbanget.
    Dua puluh delapan tahun sudah terasa rindu dan ingin membaca kembali cerita tersebut, masalahnya harus kemana mencarinya ? Di Tanjungpinang gak ada ! Dan pada beberapa bulan yang lalu saya coba-coba ketik Api Di Bukit Menoreh di Google dan akhirnya dituntun ke Blognya Mas Rizal yang ternyata menyediakan serial ADBM tapi sayang gak tuntas kalau gak salah hanya sampai episode ke 60, getun rasane. Beberapa minggu kemudian mencoba lagi ternyata akhirnya ketemu blog yang khusus menghadirkan API DI BUKIT MENOREH (ADBM), adi cerita milik bangsa sendiri, ciptaan sang maestro, Singgih Hadi Mintardja atau SH Mintardja, wah bungah mbanget rasane serasa melambung pada kondisi 28 tahun yang lalu.
    Pengorbanan para pengelola ADBM : Ki Gede, Anakmas Sukra dan Nyi Senopati serta para Bebahu padepokan ADBM, dalam menyediakan sebuah Blog yang menyajikan adi cerita milik bangsa sendiri, khususnya Api Di Bukit Menoreh karya sang Maestro SH MINTARDJA, tersaji satu hari satu kitab sewaktu-waktu ditambah bonus, bandingkan di era 80an dulu satu bulan satu kitab. Disadari bahwa semua ini bukannya tidak ada kendala, harus dilengkapi dengan berbagai peralatan elektronik seperti : komputer, laptop, scanner, internet, tersedianya kitab yang sudah waktunya mesti diwedar, dan lain peralatan untuk menunjang kelancaran tersajinya kitab kepada para cantrik satu hari satu kitab. Belum lagi harus menanggapi komentar para cantrik yang terkadang tidak dengan sabar menunggu diwedarnya kitab, dan tidak jarang pula komentar para cantrik yang menjurus pada kata atau kalimat yang menyimpang dari tata krama dan paugeran.
    Namun ternyata semua itu ditanggapi dengan kesabaran dan keikhlasan tanpa pamrih, buktinya apapun yang terjadi, apapun komentar para cantrik ternyata kitab atau buku cerita tetap diedarkan satu hari satu kitab, tanpa berharap imbalan, tanpa berharap biaya, tanpa berharap pujian, benar-benar kerja sukarela semata-mata memberikan kepuasan dan hiburan kepada para cantrik, TANPA PAMRIH NING RAME ING GAWE.
    Sebenarnyalah dengan adanya Blog ADBM ini, saya pribadi merasa bersyukur dan berterima kasih tanpa saya memberikan kontribusi apapun kepada padepokan ADBM ini, tetapi saya justru dengan mudah mendapatkan sajian yang menghibur dari padepokan ini.
    Tiada kata yang tepat kami sampaikan kepada pengelola Padepokan ADBM ini, Ki Gede, Anakmas Sukra dan Nyi Senopati serta para Bebahu padepokan, selain menghaturkan rasa TERIMA KASIH dan SALUT dari hati nurani yang paling dalam.
    Nuwun.
    Ismoyo
    Tanjungpinang – Kepulauan Riau
    PUJAKESUMA-putra jawa kelahiran sumatera.

  30. Saya mulai mengenal ADBM kelas 2 SMA. Itu sekitar tahun 1988. Perpustakaan SMA saya, SMA N Bobotsari Kabupaten Purbalingga Jateng, ternyata punya koleksi lengkap ADBM.

    Sejak saat itu saya kecanduan. Setiap kali saya meminjam ADBM saya selalu mengembalikan buku lebih lama dari yang dijadwalkan. Karena saya, 3 paman, dan kakek (sekarang sudah meninggal)selalu berebut membaca. Ya … benar-benar berebutan. ADBM sudah jadi bacaan wajib keluarga kami.

    Sekarang saya mengerti, kita bisa belajar banyak dari ADBM. Ada banyak pelajaran moral dan budi pekerti yang bisa diambil. Soal pendidikan karakter. Bagaimana seseorang harus memberi hormat, bahkan kepada musuhnya sekalipun. ADBM saya kira akan abadi karena kekayaannya akan hal-hal seperti itu.

  31. Satu atau dua bulan lalu, paman saya kirim sms menyebut-nyebut agung sedayu. Lalu saya browsing dan menemukan website ini.

    Karena itu, untuk saya, website ini sangat berarti. Bukan cuma saya bisa membaca lagi bacaan yang pernah menjadi rebutan anggota keluarga kami. Tetapi yang paling penting, website ini sudah menyegarkan ingatan saya tentang masa-masa manis saya di kampung halaman bersama paman dan kakek saya almarhum, setelah 15 tahun saya tinggalkan kampung hidup di Bandung hingga sekarang.

    Rasanya agak berbeda, membaca ADBM ketika saya di kampung pada tahun 1988-an itu dan membacanya sekarang. Sekarang, saya merasa gaya tutur SH Mintaredja terasa agak bertele-tele. Tapi, ini tertutupi oleh kepiawaian dia bertutur detil dan medeskripsikan setiap kejadian hingga kita bisa seolah-olah berada dalam medan peperangan misalnya.

    Bagaimana SH Mintaredja melukiskan Agung Sedayu menggigil ketakutan, itu hal yang luar biasa. Juga pertarungan Agung Sedayu dan Tumenggung Prabandaru, dan Kiai Grinsing versus Kakang Panji. Untuk saya, episode-episode terbaik ADBM adalah episode 1 sampai terbunuhnya Kakang Panji.

    Begitulah. Website ini sudah menjadi semacam “tempat wisata ruhani” untuk saya. Terima kasih banyak kepada Ki Gede dan teman-teman pengelola.

    # sama-sama Ki Dwi..

  32. Satu lagi kesaksian saya, Ki Gede dkk. Yang dahsyat dari ADBM dan SH Mintaredja saya pikir adalah pandangannya bahwa sejarah atau perubahan sosial tidak selalu harus digerakkan oleh para tokoh, penguasa, para raja, atau sekumpulan serdadu.

    Perubahan seringkali digerakkan oleh orang-orang yang tidak bernama, orang biasa, yang “non hero”, yang tanpa tanda jasa. Pandangan itu jelas sekali digambarkan SH Mintaredja melalui penokohan Agung Sedayu.

    Dalam soal itu, ADBM jauh lebih baik dari cerita-cerita pewayangan yang kerap meminggirkan orang-orang biasa sekedar sebagai punakawan dan pelengkap penderita.

    Maaf ya Ki Gedhe. Kok saya malahan ngelangut dan ndlewer kesana kemari.

  33. Saya mengenal cerita “Api di Bukit Menoreh” dan “Nagasasra dan Sabuk Inten” secara tak sengaja, ketika saya duduk di bangku kelas 4 SD (tahun 1980-an). Saat itu saya sedang libur sekolah dan ayah saya menyodori bundel buku2 cerita lama sebagai pengisi waktu libur saya. Entahlah saat ini bundel buku itu ada di mana.

    Tiba-tiba belakagan ini saya menemukan blog cerita di atas di Facebook dan terbitlah rasa rindu saya untuk kembali membaca buku2 cerita tsb. Sementara ini saya harus puas dengan versi digital, tapi sungguh menggebu keinginan saya untuk memiliki versi hard copynya. Mungkinkah buku2 ini dicetak kembali?

  34. Saya mengenal cerita ADBM waktu saya masih SD dari cerita ibu saya yang masa mudanya sering membaca cerita ini, itupun hanya sepintas saja.

    Kenangan itu terulang ketika saya mendapatkan cerita Naga Sasra Sabuk Inten dan ADBM dari wesitenya mas Rizal yang membuat saya ketagihan dan berlangsung sampai sekarang melalui website ini.

    Menurut saya ADBM dan website ini sangat membantu saya mengenal kembali budaya Jawa, maklum saya berasal dari keluarga Jawa (ayah dari Solo, ibu dari Yogya) namun besar dan tumbuh di Surabaya sehingga budaya Jawa dikeluarga sudah mulai luntur.

    Yang menarik setelah baca kitab 187 tentang Raden Rangga dan macannya, saya teringat cerita budhe saya sewaktu kecil yang masih bisa bertemu macam di pedalaman desa di daerah Magelang sekitar tahun 1960-an. Sewaktu beliau sedang buang air di sungai, si macan dengan santainya lewat di depan budhe saya yang ketakutan setengah mati.
    Apa sekarang kita masih bisa temukan harimau di Jawa ya?

    Untuk Ki GD dan semua bebahu padepokan saya ucapkan banyak terima kasih dan jangan bosan dengan kenakalan para cantriknya.
    Wassalam

  35. akeh wong sakti ya di tanah jowo,tapi kenapa ya londo-londo bisa menjajah begitu lama…aku yakin kalau kompak terus ….bangsa ini akan jago dunia,…..jago tani,jago bikin senjata spt pande-pande besi,jago strategi perang dan jago ngatur pemerintahan.

  36. Salam sejahtera
    Saya membaca buku ADBM ini sejak saya kelas 4 SD sekitar 40 tahun yang lalu di Malang. Saat itu, kalau tidak salah sekali dalam sebulan cerita ini diterbitkan. Saat itu saya juga mengikuti serial karya SHM yang lain, yaitu “Pelangi di Langit Singasari.” Setelah lulus SMA dan meninggalkan kota Malang, saya tidak dapat lagi mengikuti kedua serial itu secara teratur. Kadang-kadang ketika pulang kampung, saya sempat membaca nomor terbaru yang ceritanya sudah melompat jauh. Lama kelamaan saya sudah tak tahu lagi perkembangan kedua serial ini. Sekitar lima tahun yang lalu saya menemukan versi online karya SHM yang lain, Nagasasra Sabukiinten dan Tanah Warisan. Tetapi saya etap kehilangan jejak Api Di Bukit Menoreh dan Pelangi Di Langit Singasari. Beberapa waktu yang lalu ketika saya iseng-iseng search group di Facebook, saya menemukan group ADBM yang menuntun saya ke padhepokan ini. Saya haturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala upaya Ki Grdhr, Nyai Senopati dan seluruh pihak yang terlibat.
    Salam
    Sesotya Pita

  37. Salam kenal untuk semuanya..

    Saya mengenal dan membaca Adbm sekitar pertengahan 2008, waktu itu rekan-rekan kantor yang sudah menjelang pensiun (maklum saya kelahiran 80) ngobrol tentang cerita silat karya Alm SHM, salah satunya adbm itu, saya tertarik ikut ngobrol waktu itu soalnya seneng juga sejarahnya. Waktu berselang ga sengaja baca forum diskusi umum di Website kantor ada yang ngomong, cerita Adbm bisa dibaca di blog http://www.adbmcadangan.wordpress.com, nah saya cari blog itu, waktu ketemu udah sampai jilid 5 kalo gak salah sampe sekarang deh bener-bener kecanduan.
    Terima Kasih Ki Gede dan Semuanya.

    S sayang ya fordis umum tidak ada lagi. terima kasih testimonialnya Ki

  38. Salam ki Gede,
    sepurone sudah melahap habis sampai jilid 226, baru sekarang bikin testimoni.
    Bulan kemarin adalah bulan yang mengesankan bagi saya – sampai saat inipun masih begitu. Di tengah-tengah dead lock nunggu kepastian kerjaan, saya menemukan bukan saja sebuah hiburan yang rasa senangnya berhenti setelah hiburan itu selesai, tetapi ADBM seperti tarikan jiwa ke masa lalu, mampu membawa saya seolah-olah berada dan menyaksikan langsung awal dari terbentuknya Jogja-Klaten-Solo-Magelang sebagai tempat2 yang tidak akan saya lupakan dalam kehidupan saya, karena di situlah saya tumbuh menjadi manusia, juga tarikan jiwa ke masa-masa menjelang saya dewasa dimana hari-hari dilalui bersama keingintahuan keberlanjutan kisah AS dkk di koran KR, juga ketemu sebuah cermin untuk melihat siapakah saya ini dalam kehidupan yang telah saya lalui menjelang setengah abad ini. Menemukan ADBM ini seperti menemukan sebab kerinduan akan masa lalu yang tidak teridentifikasi sebelumnya.
    Juga, jalinan komunikasi sesama penghuni padepokan ini yang maya tetapi nyata, mampu mengobati pula sebagian miss komunikasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, salah satunya adalah ngomong coro jowo.
    Wis pokoke luar biasa amalane ki Gede sak konco, mugo-mugo pinaring ganjaran sing luwih akeh, luwih barokah seko Kang Moho Agung, Amin.

  39. Menemukan Situs yang menerbitkan ADBM….?
    Cuma ada satu kata Puas….!
    Bagamana tidak puas, 20 puluh tahun yang lalu ketika saya baru saja menikah, saya suka bingung dan salah tingkah ketika saya menyadari bahwa saya bukan bujangan lagi yang bebas pergi kesana kemari.., agak cukup stres karena pulang kerja harus dirumah, huburan satu-satunya hanya nonton tivi dan kalau ada Film bagus ya pergi nonton…
    Sampai pada suatu saat hari libur saya ikut menemani Istri belanja di Pasar Baru bekasi, karena ngga tahan di ajak keliling pasar, iseng-iseng saya masuk ke sebuah persewaan buku/komik yang ada di Pasar Baru Bekasi (depan Terminal).
    Disitu saya menemukan bacaan ADBM yang sudah di bundel masing-masing 5 jilid dan koleksinya cukup lengkap sampai jilid 200 (Jalan Simpang), bahkan bukan ADBM saja hampir Koleksi Karya Sang Mestro SH Mintarja cukup lengkap, saya mencoba pertama kali membaca “Sabuk Inten Nogo Sosro”….
    Kemudian saya mulai berlangganan menyewa buku di penyewaan tersebut dan waktu saya yang membosankan itu saya isi dengan membaca khususnya karya-karya SH Mintardja’
    Gaya bahasa dan suasana jaman yang di ceritakan dalam karya-karya tersebut terutama ADBM sangat jelas dan lugas, jadi tergambar dengan jelas dalam benak saya, ( saya lahir di Kota Pati) dan besar disana.., dan hobi saya waktu masih kecil adalah Nonton Ketoprak, saya sangat tertarik dengan kisah-kisah tentang kehidupan Raja-raja Di Pulau Jawa, karena konon Eyang saya adalah putri seorang Wedana di daerah Keling/Kelet (daerah pantai Utara) dan waktu saya kecil sering di critain Eyang Putri ( yg anak seorang Wedana) bagaimana kehidupan bangsawan-bangsawan jawa kala itu, bahkan Eyang Ngendikan bahwa leluhur saya adalah Eyang Tunggul Wulung yang konon adalah salah satu laskar/prajurit Mataram jaman Sutan Agung yang menyerang Batavia, namun karena dalam perang tersebut mengalami kekalahan, banyak para Prajurit yang lari dan tidak kembali ke Mataram namun kemudian hidup di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, termasuk Eyang Tunggul Wulung.
    Cerita tersebut sangat melekat dalam kehidupan saya yang kemudian membuat saya sangat bangga karena saya keturunan seorang Prajurit ( Kesatria).
    Rasa-rasanya darah yang mengalir dalam tubuh saya adalah darah seorang Kesatria Mataram.
    Itu sebabnya kena apa saya suka sekali nonton Ketoprak (bukan makanan Betawi tapi sebuah Grup pentas didaerah Jawa Tengah yang ceritanya selalu diambil dari kisah-kisah Kerajaan Jawa).
    Ketika saya membaca ADBM yang menceriterakan tentang Babad Alas Mentaok( berdirinya Mataram), wah langsung saya menciptakan sendiri suasana dan wujud tokoh-tokoh dalam pikiran saya…
    Sayang waktu itu tempat persewaan buku hanya mempunyai koleksi sampai jilid 200, bisa dibayangkan…, bagaiman penasarannya ketika saya tahu bahwa cerita tersebut masih berlanjut.., saya mencoba mencari kesana kemari kisah lanjutannya tetapi semua buntu, saya coba hubungi saudara-saudara yang tinggal di Jogja dan di Solo, mereka tidak dapat membantu, ada satu dua yang mereka dapatkan namun jilidnya tidak beraturan…
    Karena putus asa dan penasaran, akhirnya saya putuskan untuk tidak lagi mencari…, untung kemudian lahir anak saya yang pertama sehingga kebahagiaan itu mampu sedikit demi sedikit melupakan kelanjutan kisah ADBM.

    20 Tahun kemudian……
    Ketika anak saya yang pertama sudah di bangku perguruan tinggi dia minta Laptop dan akses internet di rumah karena katanya banyak mata kuliah yang di berikan melalui Internet ( anak saya kuliah di Univ.Paramadina).
    Dengan adanya vasilitas tersebut dirumah ( kalau di Kantor ngga enak sama staf-staf saya ), saya jadi iseng sering menjelajahi dunia maya…
    Pertama kali saya menemukan kan situs tentang ADBM ada di :www.topmdi.com yang punya mas Rizal, saya cerita sama adik saya yang kebetulan jadi Dosen di Atmajaya, saya di ketawain katanya disitu kurang lengkap dan agak lambat dalam menulis kisah lanjutannya, dan dia bilang ;” buka disini mas : adbmcadangan.wordpress.com lebih lengkap dari jilid 1 dan disajikan per jilid…”
    Begitu saya buka…? Wah….ternyata benar dan untuk tidak kehilangan alur cerita saya rela membaca ulang dari jilid 1 dimana Agung Sedayu ketakutan di kejar-kejar Alap-alap Jalatunda dan Pande Besi dari Sendang Gabus…
    Dan sampai saat ini saya sedang menunggu di wedarnya kitab ADBM jilid 278…
    Ki GD …, Nyi Seno…, matur nuwun sanget karena telah sudi memanjakan saya (dan seluruh pecinta karya sang maestro SH Mintardja) dengan menerbitkan cerita ini kembali.
    saya kira bukan saya saja yang mendoakan, semoga jerih payah Panjenengan dan para Putut dan cantrik di Padepokan mendapatkan berkah dari Yang Maha Agung..
    Dan lestarilah kisah cerita adiluhung tentang sejarah berdirinya Mataram yang sekarang tidak lagi di ceritakan dalam kurikulum sekolah-sekolah…

  40. Mungkin saya anak bawang di padepokan ini ki
    Saya memang tertarik(penggemar) cersil yang dilatari babad suatu kerajaan, terutama babad tanah jawa. Waktu saya belum mengetahui ada adbm dan karya SHM lainnya di internet saya bacaannya WIRO SABLENG, KEmudian KHoo Ping HOO, terus komik Jepang (Legenda Naga),
    Seperti anak naga yang dilatari oleh pergolakan kekaisaran CIna untuk mempersatukan 3 negara menjadi satu kesatuan lagi yaitu CINA,
    ADBM sama (saya belum baca karya SHM yang lain karena masih sibuk membaca ADBM, tapi tentu garis besarnya sama),
    tapi saya sangat bangga karena ADBM karya SHM telah ada sebelum saya lahir, dan tentunya Legenda Naga kalah cepat (jangan2 malah ikutan ide ceritanya ya?????) maaf jangan dicekal ya… yang menang cuma ada visualnya (wong namanya komik).
    Sekalian baca cersil sekalian belakar sejarahkan?.
    Pertama : waktu saya ingin mencari adbm saya lewat 4shared, disana saya menemukan silahkan mengunjungi ADBMCADANGAN.WORDPRESS.COM waktu saya kunjungi ternyata saya sudah ktinggalan jaman. karena sudah sampai buku 200 lebih, dan saya sangat salut terhadap kerja keras ki gede dan para bebahu padepokan ini untuk menyajikan hidangan yang super lezat ini, saya sangat appreciate, saya berusaha menyebarkan cerita ini ke teman2 lainnya,
    semoga dengan membahagiakan para cantrik Ki gede beserta para bebahu mendapat pahala yang setimpal.
    Terima kasih Berat tak terhingga

  41. saya mulai membaca adbm ketika masih duduk di smp, waktu itu kira-kira ceritanya sudah sampai perang antara panembahan agung cs vs ki waskita dkk, dan berakhir membaca adbm kira-kira setelah AS diangkat jadi lurah pasukan khusus di menoreh.
    jadi pada akhirnya saya tidak tahu bagaimana adbm dimulai dan bagaimana ceritera tsb diakhiri.
    namun alangkah bahagianya ketika akhirnya lewat blog ini saya bisa mengetahui awal ceritera maha karya ini dan juga kelanjutan dari sepak terjang ki lurah agung sedayu. sekali lagi terima kasih kepada para bebahu yang telah bersusah payah dan tanpa pamrih mau mengelola blog ini

  42. Buku ADBM saya kenal pertama kali saat saya pindah sekolah ikut kakak di Surabaya, kakak saya penggemar berat SH Mintardjo. Biasanya buku buku yang lain nyewa saja, tapi khusus buku ADBM ini kakak saya beli. jadi tiap penerbitan baru buku ini saya ngantri di salah satu toko buku dekat pasar Tambak rejo Surabaya. Buku ini sangat digemari pada saat itu, sehingga antrian bisa panjaaaang. Pada saat ngantri itu saya ketemu seorang gadis penggemar ADBM. Maka jadilah hubungan pertemuan jadi pacaran, namun sayang karena berbagai hal, memang dasar bukan jodoh saya hubungan kami terputus setelah saya selesai sekolah SLTA dan pindah ke kota lain. Selain cerita pertemuan itu, setelah saya ikutan membaca, ternyata memang ceritanya sangat bagus. Kebetulan saya suka nonton wayang atau ketoprak, nah . . cerita ADBM ini persis, bahkan ada beberapa yang dimainkan di Ketoprak. Jadi saya senang sekali ketika ketemu padepokannya Ki/Nyi Senopati ini. Ketika saya sampaikan kakak saya tentang Padepokan ini kakak saya juga senang, namun beliau sudah tidak sanggup lagi membaca di Laptop maklum karena usia. sayapun harus pakai mata sambungan ( Kacamata ). Terima kasih banyak Ki/Nyi Seno.

    S terimakasih Ki.. senang berkenalan dengan Ki Sabungroso

  43. Untuk menutup rasa penasaran para Cantrik, sepertinya perlu dibuat tim untuk meneruskan ADBM yang terpenggal karena berpulangnya Ki SH Mintardja. Dari hasil peneropongan telik sandi banyak para Cantrik yang mumpuni untuk membuat kisah yang menarik dengan gaya bahasa yang tidak jauh berbeda dengan ADBM. Gimana Nyi Seno, Ki Gede dan poro Pinisepuh Padepokan, nuwun sewu kalau usulan ini tidak bermutu !

    • saya sependapat bahwa:

      … “Dari hasil peneropongan telik sandi banyak para Cantrik yang mumpuni untuk membuat kisah yang menarik dengan gaya bahasa yang tidak jauh berbeda dengan ADBM.”, …

      selain itu, bukan tidak mungkin kalau kalau beliau telah lama melakukan upaya regenerasi.

  44. sepanjang pengetahuan saya, adbm adalah salah karya mpu sh-mintardja yang terpanjang. selain itu, masih ada karya-karya lainnya yang tidak kurang menarik. meskipun dituturkan dalam gaya berbeda.

    saya pernah membaca satu-dua buku dari judul yang berbeda-beda, tetapi tidak pernah tuntas. oleh karena itu saya ingin bertanya kepada penghuni gandok ini, apakah sudah ada versi internetnya dan di manakah alamat dari beberapa judul buku di bawah ini:

    serial pelangi di atas singosari:
    – pelangi di atas singosari
    – sepasang ular naga di satu sarang
    – panasnya bunga mekar
    – hijaunya lembah, hijaunya lereng pegunungan

    serial arya manggala:
    – menjenguk cakrawala
    – mas rara
    – sang penerus
    – sejuknya kampung halaman
    – matahari senja

    terima kasih.

    salam
    sukasrana.

  45. saya ingin menyikmak..cerita ini

    • Ceritanya bagus Mas, tapi waktu tersita…. Kiay Grinsing orang nya arif dan bijaksana, tapi Kiay Singgih tentu lebih hebat lagi bro..

  46. Saya kira hanya di ADBM saja sang Maestro berusaha memotret zaman secara aktual.
    Pada saat maraknya geng anak2 muda maka ditampilkan episode Gajah liwung dengan Sabungsari dan Glagah putih sebagai tokohnya.
    Sewaktu masyarakat kita banyak yang menyandarkan keresahan hidupnya pada paranormal, muncul episode Mbah Kanthil.
    Bahkan pada masa itu,dekade 80 – 90 an, sempat ada anekdot bahwa yang berperan sebagai stabilisator negara ada dua yaitu tentara dan dukun.
    Klau dicermati lagi tentu masih banyak lagi potret zaman pada waktu SHM menulis naskahnya.

    Salam ADBMers, gembleh.

  47. buku favoritku…
    sayang belum selesai membaca semuanya..
    maju terus mas Rizal…
    tersenyum dan berbahagialah buat buat semua pencinta ADBM

  48. Buku yang hebat….sampe2 pembacanya hanyut didalam cerita…..gak bikin bosan pembaca walaupun dibaca berulang2….

  49. terus terang, baru sekali ini saya membaca testimoni yang rata-rata berisi cukup panjang dan lebar (mungkin karena saya jarang melihat testimoni)
    cerita api di bukit menoreh yang paling berkesan buat saya adalah bagian awal sampai sekitar sepuluh jilid seri I, dimana SH Mintardja menceritakan detail peristiwa detik-demi detik.
    dalam satu malam pun bisa dibikin beberapa jilid. seperti kita merasaka sendiri jari dan tangan bergerak tiap detiknya.
    sayang, sampi sekarang saya belum juga menamatkan buku satu ini.

    salam, dark

  50. Saya berkenalan dengan Karya Pakde SH. Mintarjo, ini sejak saya kelas dua SD (bayangkan saya ini berumur 52 tahun, berapa lama saya telah membaca beliau). Buku Api Di Bukit Menoreh ini menemani saya pada saat saya sekolah di monco negari (Jerman Barat). Dalam suatu seminar yang Internasional di daerah Bayern, saya pernah mennyampaikan makalah saya (Topiknya: Struktur Degenerasi Energi dalam Atom Oksigen) dengan baju ala Agung Sedayu (Surjan). Jadilah sebagian para peserta bukan menanyakan masalah Atom Oksigen, tetapi justru menanyakan baju saya yang waktu itu saya sebut sebagai ‘Agung Sedayu Look’. Oh ya, terakhir saya membaca ADBM ini, berkisah tentang Glagah Putih dan Roro Wulan yang mengejar seorang Pangeran yang mengaku – ngaku berdarah ningrat ke daerah. Glagah Putih dan Roro Wulan sempat diberi bekal Ki Patih Juru Mertani. Namun kemudian, Gusti Ingkang Moho Widhi ngersakaken pakde Mintarjo sowan kondur ing Kraton Ndalem. Oleh karena itu, saya nyuwun informasi, apakah cerita ini tidak ada yang melanjutkan ? Matur nuwun

    • ada, ki, ki agus sedayu dengan gaya bahasanya sendiri…

      beliau berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan suasana pemikiran ki sh. mintardja

      karyanya di tampung di https://adbmcadangan.wordpress.com/bukan-adbm/

      mangga….


Tinggalkan komentar